Tuesday, November 30, 2010

HUKUM PERBURUHAN




Perburuhan adalah suatu kejadian dimana seseorang yg disebut buruh/pekerja/tenaga kerja bekerja pada orang lain yg disebut majikan dan mendapatkan upah dari majikan tsb dari hasil kerjanya itu.



Waktu Kerja :

Buruh bekerja pada waktu-waktu tertentu dan berhak mendapatkan waktu istirahat,libur maupun cuti. Hal ini sudah dicantumkan dalam undang-undang no 13 tahun 2003 tentang perburuhan. Pasal-pasal yang menerangkan tentang waktu kerja adalah pasal 77,78 dan 79. Buruh bekerja maksimal selama 7 jam/hari atau 40 jam/minggu (dihitung 6 hari kerja dalam 1 minggu). Namun apabila dalam 1 minggu hanya 5 hari kerja maka dalam 1 hari maksimal waktu kerja buruh dapat mencapai 8 jam.
Buruh atau pekerja dapat dipekerjakan melebihi waktu-waktu seperti ketentuan di atas atau biasa disebut lembur dengan menerima upah lembur, namun harus memenuhi salah satu dari persyaratan di bawah ini :
  • pekerja ybs menyetujui untuk bekerja melebihi waktu yg ditentukan,
  • lembur maksimal 3 jam dalam 4 hari / 14 jam dalam 1 minggu.
Majikan/pengusaha wajib memberikan waktu istirahat/cuti pada pekerjanya. seorang pekerja dapat beristirahat selama setengah jam jika ia telah bekerja selama 4 jam,selain itu ada juga istirahat mingguan,cuti tahunan dn istirahat panjang.

HUKUM PERIKATAN DALAM JASA KONTRUKSI




Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan,peristiwa atau keadaan. Salah satu bentuk dari hukum perikatan adalah kontrak kerja.
Agar pihak pemberi tugas dan pelaksana tugas tidak ada yang merasa dirugikan dan puas akan pekerjaan tsb maka perlu dibuat suatu kontrak kerja sehingga masing-masing pihak dapat menyadari,memahami dan melaksanakan kewajibannya serta mengetahui apa-apa saja yang menjadi haknya dan apabila salah satu pihak merasa dirugikan karena terdapat hal - hal yang tidak dilaksanakan pihak lainnya,yang sudah tercantum dalam kontrak kerja, maka pihak tersebut dapat memberikan sanksi kepada pihak lainnya yang telah disepakati bersama, dapat pula menuntutnya ke pengadilan.

Kontrak kerja ada dalam banyak bidang pekerjaan namun kali ini saya akan membahas kontrak kerja antara pemborong dengan owner.Pemborong atau kontraktor adalah pihak yang melaksanakan suatu proses pembangunan sedangkan owner adalah pemberi tugas atau pemilik proyek.

Di awal kontrak dijelaskan mengenai data dari kedua belah pihak seperti nama,alamat,nomor telepon dan jabatan dan ditetapkan siapa yang akan menjadi pihak pertama dan siapa yang akan menjadi pihak kedua karena dalam isi kontrak kerja hanya akan disebutkan "phak pertama" dan "pihak kedua" tanpa menyebutkan nama dari si pemborong maupun si owner. selain itu dicantumkan juga bahwa kedua belah pihak telah menyetujui untuk mengadakan suatu ikatan kontrak.



Contoh :

KONTRAK PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN STADION

antara

CV. GUNNERS

dengan

PT. GOONERS

Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 20 November 2010

Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
nama : Cesc Fabregas
alamat : jl. x no 4 jakarta selatan
no. telepon : 087087087
jabatan :
dalam hal ini bertindak atas nama CV. GUNNERS dan selanjutnya disebut sebagai pihak pertama
dan
nama : Westi
alamat : jl.xx no 10 Jakarta selatan
no telepon : 088088088
jabatan :
dalam hal ini bertindak atas nama PT. GOONERS dan selanjutnya disebut sebagai pihak kedua.

Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan stadion yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di jl xxx no 8 Jakarta selatan.
Pihak pertama bersedia untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan yang pembiayaannya ditanggung oleh pihak kedua dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut ini :

Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.


Sanksi yang diberikan bila melanggar kesepakatan tersebut :

Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa peringatan tertulis; penghentian sementara pekerjaan konstruksi; pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa); pembekuan izin usaha dan/atau profesi; dan pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Sunday, October 31, 2010

UNDANG-UNDANG NO.4/ 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN



UNDANG-UNDANG NO.4/ 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN


Undang-undang ini berisi tentang setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif, melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.


Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

hunian dan sarana pembinaan keluarga;


2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana lingkungan;


3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan

yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan

hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan

penghidupan;


4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam

berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,

prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;


5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana

mestinya;


6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk

penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan

budaya;


7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;


8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah

dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala

besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang

pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu

dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan

sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan

pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah

Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan

oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;


9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan

bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah

dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain

itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan

untuk membangun kaveling tanah matang;


10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan

sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan,

penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;


11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali

penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat

pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan

siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan

rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II,

khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas :

a. Manfaat

b. Adil dan merata

c. Kebersamaan dan kekeluargaan

d. Kepercayaan pada diri sendiri

e. Keterjangkuan, dan

f. Kelestarian lingkungan hidup


Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk :


a. memenuh ikebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar

manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan

rakyat;


b. memwujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam

lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;


c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk

yang rasional;


d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan

bidang-bidang lain.


Menimbang:


a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang

layak, schat, aman, scrasi, dan teratur merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam

peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta

kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;


b. bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu

kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia,

pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari

pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan

secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;


c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan

permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu

diupayakan sehingga merupakan salu kesatuan fungsional dalam

wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk

mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian

lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia

Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;


d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962

tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi

Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan

dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perluuntuk mengatur

kembali ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-undang yang

baru;



Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUIILIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN.