Perburuhan adalah suatu kejadian dimana seseorang yg disebut buruh/pekerja/tenaga kerja bekerja pada orang lain yg disebut majikan dan mendapatkan upah dari majikan tsb dari hasil kerjanya itu.
Waktu Kerja :
Buruh bekerja pada waktu-waktu tertentu dan berhak mendapatkan waktu istirahat,libur maupun cuti. Hal ini sudah dicantumkan dalam undang-undang no 13 tahun 2003 tentang perburuhan. Pasal-pasal yang menerangkan tentang waktu kerja adalah pasal 77,78 dan 79. Buruh bekerja maksimal selama 7 jam/hari atau 40 jam/minggu (dihitung 6 hari kerja dalam 1 minggu). Namun apabila dalam 1 minggu hanya 5 hari kerja maka dalam 1 hari maksimal waktu kerja buruh dapat mencapai 8 jam. Buruh atau pekerja dapat dipekerjakan melebihi waktu-waktu seperti ketentuan di atas atau biasa disebut lembur dengan menerima upah lembur, namun harus memenuhi salah satu dari persyaratan di bawah ini :
pekerja ybs menyetujui untuk bekerja melebihi waktu yg ditentukan,
lembur maksimal 3 jam dalam 4 hari / 14 jam dalam 1 minggu.
Majikan/pengusaha wajib memberikan waktu istirahat/cuti pada pekerjanya. seorang pekerja dapat beristirahat selama setengah jam jika ia telah bekerja selama 4 jam,selain itu ada juga istirahat mingguan,cuti tahunan dn istirahat panjang.
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan,peristiwa atau keadaan. Salah satu bentuk dari hukum perikatan adalah kontrak kerja. Agar pihak pemberi tugas dan pelaksana tugas tidak ada yang merasa dirugikan dan puas akan pekerjaan tsb maka perlu dibuat suatu kontrak kerja sehingga masing-masing pihak dapat menyadari,memahami dan melaksanakan kewajibannya serta mengetahui apa-apa saja yang menjadi haknya dan apabila salah satu pihak merasa dirugikan karena terdapat hal - hal yang tidak dilaksanakan pihak lainnya,yang sudah tercantum dalam kontrak kerja, maka pihak tersebut dapat memberikan sanksi kepada pihak lainnya yang telah disepakati bersama, dapat pula menuntutnya ke pengadilan.
Kontrak kerja ada dalam banyak bidang pekerjaan namun kali ini saya akan membahas kontrak kerja antara pemborong dengan owner.Pemborong atau kontraktor adalah pihak yang melaksanakan suatu proses pembangunan sedangkan owner adalah pemberi tugas atau pemilik proyek.
Di awal kontrak dijelaskan mengenai data dari kedua belah pihak seperti nama,alamat,nomor telepon dan jabatan dan ditetapkan siapa yang akan menjadi pihak pertama dan siapa yang akan menjadi pihak kedua karena dalam isi kontrak kerja hanya akan disebutkan "phak pertama" dan "pihak kedua" tanpa menyebutkan nama dari si pemborong maupun si owner. selain itu dicantumkan juga bahwa kedua belah pihak telah menyetujui untuk mengadakan suatu ikatan kontrak.
Contoh :
KONTRAK PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN STADION
antara
CV. GUNNERS
dengan
PT. GOONERS
Nomor : 1/1/2010 Tanggal : 20 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini : nama : Cesc Fabregas alamat : jl. x no 4 jakarta selatan no. telepon : 087087087 jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama CV. GUNNERS dan selanjutnya disebut sebagai pihak pertama dan nama : Westi alamat : jl.xx no 10 Jakarta selatan no telepon : 088088088 jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. GOONERS dan selanjutnya disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan stadion yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di jl xxx no 8 Jakarta selatan. Pihak pertama bersedia untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan yang pembiayaannya ditanggung oleh pihak kedua dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut ini :
Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.
Sanksi yang diberikan bila melanggar kesepakatan tersebut :
Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa peringatan tertulis; penghentian sementara pekerjaan konstruksi; pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa); pembekuan izin usaha dan/atau profesi; dan pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
UNDANG-UNDANG NO.4/ 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
Undang-undang ini berisi tentang setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif, melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga;
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan;
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya;
6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya;
7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu
dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan
sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan
pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan
bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan
untuk membangun kaveling tanah matang;
10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan
sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali
penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat
pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan
siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan
rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II,
khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas :
a.Manfaat
b.Adil dan merata
c.Kebersamaan dan kekeluargaan
d.Kepercayaan pada diri sendiri
e.Keterjangkuan, dan
f.Kelestarian lingkungan hidup
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk :
a. memenuh ikebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat;
b. memwujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk
yang rasional;
d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan
bidang-bidang lain.
Menimbang:
a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang
layak, schat, aman, scrasi, dan teratur merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam
peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta
kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu
kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia,
pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari
pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan
secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;
c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan
permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu
diupayakan sehingga merupakan salu kesatuan fungsional dalam
wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk
mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia
Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962
tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perluuntuk mengatur
kembali ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-undang yang
baru;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945;